Beberapa langkah yang
perlu diambil untuk melibas penyakit putus asa
1. Memantapkan Keimanan
Terhadap Qadha Dan Qadar
Ini merupakan faktor penting untuk
bisa menenangkan hati kaum Mukminin. Bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti
terjadi. Sebaliknya, apabila Allah tidak menghendaki, pasti tidak akan terjadi.
Allah telah menentukan takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun
sebelum penciptaan langit dan bumi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مَآأَصَابَ
مِن مُّصِيبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَفِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ
أَن نَّبْرَأَهَآ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ {22} لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى
مَافَاتَكُمْ وَلاَتَفْرَحُوا بِمَآ ءَاتَاكُمْ وَاللهُ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ
فَخُورٍ {23}
Tiada satu pun bencana yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu bergembira
terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri. [al
Hadid : 22-23].
Rasulullah
Shallallahu wa sallam bersabda.
كَتَبَ
اللهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَ ئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِينَ
أَلْفَ سَنَةٍ
Allah telah menuliskan takdir makhluk-makhluk sebelum
penciptaan langit dan bumi selama lima puluh ribu tahun. [HR Muslim, 4797 dan at Tirmidzi, 2157].
Oleh karena itu,
seorang muslim tidak boleh terus-menerus terbenam ke dalam kesedihan atas
musibah, ataupun kegagalan yang menimpanya. Tidak lantas menjerumuskan diri ke
dalam maksiat. Seorang muslim harus kuat, tegak, teguh hati menerima ketentuaan
Allah dan takdirNya. Keimanan kepada takdir Allah ini, membantu seseorang
menempuh kesulitan-kesulitan dengan hati yang mantap, tenang dan pikiran jernih.
2. Berbaik Sangka
Kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Inilah salah satu kewajiban seorang
muslim kepada Allah. Berbaik sangka akan membuka pintu harapan, dan dapat
mengenyahkan bisikan putus asa. Ingatlah, sikap berburuk sangka bertentangan
dengan tauhid, keimanan kepada Allah dan ilmu serta hikmahNya. Allah mengingkari
orang-orang yang berburuk sangka kepadaNya. Allah berfirman :
……
يَظُنُّونَ بِاللهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ ……
…… mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti
sangkaan jahiliyah. ……. [Ali
Imran : 154]
3. Memanjatkan Doa
Seberat apapun masalah yang sedang
menimpa, seorang hamba tidak sepantasnya berputus harapan dari rahmat Allah.
Semua permasalahan yang menghimpitnya harus dikembalikan kepada Allah. Kita
wajib bersimpuh memanjatkan doa, berupaya sekuat-kuatnya dan bersabar. Dengan
harapan, Allah akan melenyapkan kesusahan ataupun cobaan yang sedang menimpa.
Dalam perang Badr,
perang pertama dalam Islam; tatkala melihat sedikitnya jumlah pasukan kaum
Muslimin dan minimnya persiapan mereka, sementara musuh mempunyai kekuatan
lebih besar, maka Rasulullah berdiri memanjatkan doa. Cukup lama Rasulullah
berdoa, sampai-sampai pakaian bagian atas beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
jatuh dari pundaknya.
Abu Bakar ash
Shiddiq Radhiyallahu 'anhu merasa kasihan dan menghibur beliau dengan berkata:
“Allah tidak akan menyia-nyiakanmu sedikit pun, wahai Rasulullah," dan
kemudian datanglah bantuan dan kemenangan dari Allah lewat firmanNya :
إِذْ
تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلاَئِكَةِ
مُرْدِفِينَ
(Ingatlah), ketika
kamu memohon pertolongan kepada Rabb-mu, lalu diperkenankanNya bagimu: "Sesungguhnya
Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut". [al Anfal : 9].
Ketika seorang
hamba berdoa kepada Allah, memohon agar permasalahan yang menghimpitnya
selesai, pada dasarnya ia telah membuktikan tauhidnya. Dan tauhid yang benar
akan menyelamatkan dari jeratan fitnah serta ujian.
Jika menelaah
perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat serta
generasi Salaf, kita akan mengetahui betapa mereka sangat bertumpu dengan
memanfaatkan kekuatan doa. Betapa mengagumkan, dan sekaligus membuka tabir,
bahwa diri kita kurang menekuni ibadah yang satu ini. Betapa banyak masalah,
yang bisa telah terselesaikan berkat doa kepada Allah Ta'ala?
Tentunya, doa ini
harus dibarengi juga dengan upaya memperbaiki diri. Sebab, bisa jadi, kegagalan
atau musibah yang menimpa seorang hamba, lantaran kurangnya ia dalam
memperhatikan aturan Allah.
4. Meneguhkan Tawakkal
Kepada Allah Subahnahu Wa Ta'ala
Kekuatan yang hakiki adalah
kekuatan hati dan kemampuan untuk bertahan diri. Menurut Ibnul Qayyim
rahimahullah, sesungguhnya tawakkal termasuk salah satu faktor yang kuat dalam
membantu mewujudkan cita-cita (keinginan) dan menepis perkara yang tidak
disukai. Ia merupakan motivasi yang paling kuat. Hakikat tawakkal, ialah
ketergantungan hati hanya kepada Allah semata. Usaha yang dilakukan tidak
memiliki pengaruh, jika hati kosong dari penyerahan diri kepada Allah dan
bahkan cenderung kepada selainNya. Sebagaimana tidak bermanfaat perkataan orang
“aku bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, tetapi, ternyata dirinya sangat
tergantung, pasrah dan percaya kepada selainNya. Tawakkal pada mulut memiliki
makna sendiri, dan tawakkalnya hati mempunyai makna yang lain.
Oleh karena itu, al
Hasan Bashri mengatakan : “Sesungguhnya, tawakkal seorang hamba kepada Rabb-nya adalah,
ia meyakini bahwa Allah itu menjadi sumber kepercayaan dirinya”.
Dalam kesempatan
lain, beliau menyatakan, Allah menjamin rezeki bagi hamba yang menyembahNya,
dan kemenangan bagi orang yang bertawakkal dan memohon pertolongan kepadaNya,
serta kecukupan bagi orang yang menjadikan Allah sebagai pusat dan tujuan
utama. Orang yang cerdas lagi pintar, ia akan memikirkan perintah Allah,
pelaksanaannya dan taufik dariNya, bukan menunggu-nunggu jaminan dariNya.
Sesungguhnya Allah menepati janji lagi jujur. Siapakah yang lebih menepati
janjinya selain Allah?[1]
5. Memiliki Tekad Yang
Tinggi
Seorang hamba akan mendapatkan
sesuatu sesuai dengan kadar tekad dan semangatnya. Orang yang benar-benar ingin
menggapai satu tujuan, pasti akan mengoptimalkan segala daya upaya dalam
mewujudkannya. Segala yang berpotensi menghalangi pencapaiannya, akan
disingkirkan, demi mempercepat dan melempangkan jalan menuju tangga kesuksesan
yang selama ini diidamkannya. Detik-detik waktunya selalu disibukkan dengan hal
tersebut. Mencari-cari kesempatan dan sarana yang bisa membantu pencapaian
keberhasilannya. Pikiran dan kata hatinya juga larut dengannya. Karena ia
mengetahui, “keberhasilan sesuai dengan kepenatan yang dilalui”.
6. Sabar Dan Bersikap
Tenang
Kita mesti ingat, semua masalah
menuntut kesabaran dan kebesaran jiwa. Yakinkah, bahwa perkara-perkara yang
menyulitkan hanya “takluk” dengan kesabaran. Demikian juga dengan ketenangan,
ia sangat berperan membantu seseorang saat melewati kesulitan yang
menghadangnya. Kesabaran ini tiada batas. Ia dibutuhkan sampai ajal tiba.
Kita harus
memahami, bahwa ketentuan takdir pasti datang. Karena seorang hamba, ia tidak
lepas dari dua kondisi. Yaitu yang menggembirakan dan keadaan yang sangat tidak
disukainya.
Misal kondisi
pertama, ia dikaruniai kesehatan, harta, kedudukan, berbagai kenikmatan
lainnya. Dalam kondisi yang menggemberikan ini, ia pun diharuskan bersabar.
Yakni :
- Tidak tertipu
dengannya, dan jangan sampai kegembiraan yang diarihnya menyeretnya berbuat
takabur, jahat dan sebagainya.
- Tidak terlalu
larut atau lupa diri dalam mencapainya, karena akan membahayakannya. Orang yang
ghuluw, hakikatnya mendekatkan diri dengan perilaku negatif. Jika mendapat
kegembiraan, ia bersabar dalam melaksanakan hak Allah dan tidak melalaikannya.
- Menahan diri
tidak memanfaatkan kenikmatan yang telah diraihnya untuk perkara yang diharamkan
Sebagian ulama
Salaf mengatakan : "Ujian musibah dapat dilewati oleh orang mukmin dan
orang kafir. Namun ujian dengan kenikmatan, tidak ada yang mampu bersabar
dengannya, kecuali orang-orang yang jujur keimanannnya".
Adapun dalam
kondisi kedua, yaitu keadaan yang tidak disukainya. Ini terbagi menjadi dua
macam. Yakni yang berkaitan dengan kehendaknya, seperti mengerjakan ketaatan
ataupun maksiat. Dan jenis kedua, yaitu tidak berhubungan dengan kehendaknya,
misalnya datangnya musibah.
Oleh karenanya,
Allah memerintahkan untuk mencari bantuan melalui kesabaran. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman :
وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu'. [al
Baqarah : 45].
Penyebutan sabar
dalam al Qur`an tidak kurang dari tujuh puluh kali, dan seluruhnya dalam bentuk
pujian. Di antaranya, menghubungkan kesuksesan dengan kesabaran (QS Ali Imran
ayat 200), menghubungkan kepemimpinan dalam agama dengan kesabaran dan keyakinan
[Sajdah ayat 23].
7. Menumbuhkan Sifat
Optimisme Dan Berpikir Positif
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam sangat menyukai sikap tafa-ul (optimis) dan membenci tasya-um (pesimis).
Dalam Shahih al Bukhari, dari Anas Radhiyallahu 'anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda :
لاَ
عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ
Tidak ada penyakit
yang menular sendiri, dan tidak ada kesialan. Optimisme (yaitu) kata-kata yang
baik membuatku kagum.[2]
Al Hulaimi
rahimahullah mengatakan: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam suka dengan
optimisme, karena pesimis merupakan cermin persangkaan buruk kepada Allah l
tanpa alasan yang jelas. Optimisme diperintahkan dan merupakan wujud
persangkaan yang baik. Seorang mukmin diperintahkan untuk berprasangka baik
kepada Allah dalam setiap kondisi".[3]
Sesungguhnya,
kehancuran semangat merupakan kerugian yang tidak bisa diukur dengan materi.
Berpikir positif dan semangat untuk berkompetisi harus selalu menyala dalam
kalbu setiap muslim, jangan sampai pudar.
Demikian juga,
hendaknya kita melihat limpahan nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tidak
pernah putus. Terutama nikmat iman dan Islam. Kalaupun Allah Subhanahu wa
Ta'ala menunda kenikmatan yang lain, bila kita mau jujur, kenikmatan yang sudah
kita terima dariNya masih jauh lebih banyak. Jika ada satu masa yang
menghimpit, maka lihatlah, sudah berapa lama kita berada dalam keadaan bugar,
leluasa tanpa masalah yang berarti?
Renungkanlah!
8. Menelaah Biografi
Salaful Ummah
Yang dimaksud dengan Salaful Ummah,
yaitu para sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Generasi pertama, para pembela Islam dan pemikul risalah kepada generasi
berikutnya. Mereka adalah manusia yang paling kuat keimanannya, paling bersih
hatinya, paling tinggi tingkat tawakkalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Jika menyelami
kisah hidup mereka yang penuh cahaya, kita akan berkesimpulan, bahwa perjalanan
hidup mereka tidak selalu mulus, penuh ujian dan pengorbanan disertai ketabahan
yang tinggi saat kalah oleh musuh dalam membela kebenaran. Menelaah peri hidup
mereka, akan mampu menambah keimanan, mencerahkan hati. Juga akan mengantarkan
kepada pemahaman, jika kehidupan itu tidak steril dari onak dan duri. Jalan
kehidupan tidak selalu berhiaskan mawar yang semerbak mewangi, tetapi ada saja
halangan dan ujian menghadang, ataupun mungkin berujung pada kegagalan.
Secara umum, Allah
menegaskan manfaat kisah-kisah para nabi dan rasul sebelumnya yang mampu juga
meneguhkan hati dan memberikan secercah harapan. Renungkanlah firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala :
وَكُلاًّ
نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنبَآءِ الرُّسُلِ مَانُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَآءَكَ فِي
هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu,
ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini
telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman. [Hud : 120].
Perenungan ini akan
memacu semangat baru dalam mengarungi kehidupan yang terjal. Sebab ternyata ia
tidak sendirian mengalami kepahitan, bahkan orang-orang terbaik yang pernah
berjalan di muka bumi ini, semua pernah merasakan kepahitan.
9. Membekali Diri
Dengan Ilmu Agama
Orang yang berilmu itu lebih dahsyat dirasakan beratnya oleh
setan daripada ahli ibadah yang yang tak berilmu. Tipu daya setan lemah di
hadapan orang yang berilmu. Muadz bin Jabal Radhiyallahu 'anhu
mengatakana,"Ia (ilmu) adalah teman dalam keadaan bahagia dan kesusahan,
serta senjata di hadapan musuh".[4]
Demikian beberapa
langkah, agar kita mampu memupus putus asa. Kuatkan tekad, yaitu dengan selalu
memiliki sifat optimis tak putus harapan, bercermin kepada orang-orang yang
sukses melewati rintangan. Jauhkan hati dari sifat kerdil, karena ia hanya akan
menambah kelemahan.
Sumber :